Tuesday, July 26, 2016

SOKRATES, KORBAN AWAL DEMOKRASI

Pada tahun 399 SM, Sokrates diajukan ke pengadilan oleh Anytos, Meletos, dan Lykon. Sokrates didakwa memperkenalkan jenis ketuhanan baru dan tidak menyembah Tuhan-tuhan resmi negara. Sokrates juga didakwa merusak generasi muda dengan ajarannya tersebut.


Pada saat sidang, Sokrates membuat Meletos berpikir bahwa Sokrates atheis, sehingga sebenarnya telah terjadi ketidak-konsistenan dakwaan yang diajukan, yakni tentang memperkenalkan ketuhanan baru. Akan tetapi, suara terbanyak para hakim memutuskan Sokrates bersalah. Sokrates tahu bahwa sebenarnya terdapat alasan lain yang membuatnya diputus bersalah.

Para penuduh mengajukan hukuman mati. Di dalam hukum Athena terdapat ketentuan bahwa seorang tertuduh dari klas tertentu dapat mengajukan hukuman alternatif. Sokrates awalnya tidak mau mengajukan alternatif hukuman karena hal tersebut sama dengan mengakui kesalahan yang tidak diperbuatnya.

Sokrates akhirnya mengajukan tawaran denda, namun dalam jumlah yang sangat kecil. Para hakim marah dan merasa terhina terhadap tawaran Sokrates, terhadap cara Sokrates memperlakukan pengadilan. Jumlah hakim yang menjatuhkan hukuman mati menjadi lebih banyak dibandingkan ketika memutus bersalah Sokrates.

Burnet (1953) berpendapat bahwa hukuman mati terhadap Sokrates sebenarnya bukan persoalan atheis atau tidak meyakini tuhan resmi negara dan memperkenalkan tuhan baru. Di Yunani saat itu tidak ada ortodoksi keagamaan dan tidak ada klas pemuka agama yang berkuasa (hierarkhi). Kritik terhadap Tuhan-tuhan populer tidak jarang dilakukan saat itu, dan tidak menimbulkan masalah berarti. Tidak ada yang dituntut ke pengadilan atas dasar pandangan-pandangan keagamaan. Beberapa kejadian, misal pada Anaxagoras dan Protagoras, diyakini dilatarbelakangi persoalan lain.

Dakwaan yang diajukan pada Sokrates hanyalah dalih. Dasar tuduhan yang sebenarnya terhadap Sokrates tidak ternyatakan di dalam dakwaan resmi. Dasar dakwaan yang sebenarnya adalah politik. Pada tulisan Plato terindikasi bahwa alasan sebenarnya tuduhan terhadap Sokrates adalah persoalan politik. Sokrates mengkritik demokrasi dan para pemimpin Athena.

Apa yang disebut sebagai “meracuni pikiran anak-anak muda” sebenarnya juga persoalan politik. Terhadap anak-anak muda, Sokrates mengajak untuk menumbuhkan sikap kritis terhadap keadaan politik. Sokrates menularkan pada anak-anak muda pemikiran anti demokrasi yang hal ini dapat mengarah pada revolusi oligarki. Ajaran Sokrates dianggap dapat membahayakan konstitusi.

Sedangkan Zeller (1950) menyatakan bahwa dasar utama tuntutan dan hukuman pada Sokrates adalah ketidaksukaan mayoritas masyarakat Athena pada pemikiran yang dibawa oleh Sokrates. Zeller menyebut pemikiran Sokrates sebagai pencerahan modern. Faktor ketidaksukaan mayoritas masyarakat bertemu dengan faktor kepentingan elit-elit Athena, maka berbuah hukuman mati terhadap Sokrates.

Kisah Sokrates mengabarkan bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari politik. Ada pelaku politik, ada korban politik, termasuk bagi orang yang mengaku tidak berpolitik sekalipun. Sokrates mengajak orang-orang Athena untuk kritis melihat politik.

Sokrates mengkritik sistem politik Athena, yakni demokrasi Athena, beserta para elitnya. Tentu saja, demokrasi Athena berbeda dengan demokrasi saat ini. Demokrasi Athena tidak memberi hak sama antara pria dewasa yang bebas di satu sisi dengan wanita dan budak di sisi lain. Demokrasi Athena adalah demokrasi klas pemilik budak. Athena memiliki populasi budak yang sangat banyak sejak jaman Perikles hingga Aristoteles.

Demokrasi Athena memperlihatkan posisi klas pemilik modal dan klas bukan pemilik modal. Para budak dan wanita dianggap tidak memiliki hak yang sama dengan pria dewasa bebas dan pemilik budak. Pemikiran ini terdapat pada masyarakat patriarki sistem perbudakan.

Terlepas dari Demokrasi Athena, sebenarnya demokrasi itu sendiri memiliki paradoks. Demokrasi memberi mekanisme pengambilan keputusan berdasar kehendak seluruh rakyat, bukan hanya kehendak para elit-elit saja. Setiap individu diberi hak yang relatif sama. Namun demokrasi juga dapat menjurus pada tirani mayoritas, penghakiman mayoritas, dan penafikkan suara minoritas. Demokrasi dapat membunuh demokrasi itu sendiri, yakni ketika mayoritas menghendaki semakin dibatasinya hak kebebasan individu.

Demokrasi, sebagai bagian dari politik, tidak berada di ruang hampa. Politik pada dasarnya adalah politik ekonomi. Dengan demikian, demokrasi sebagai sebuah sistem politik juga terkait dengan ekonomi. Persoalan pokok ekonomi adalah persoalan kepemilikan modal. Demokrasi yang sedang berlangsung juga terkait dengan posisi kepemilikan modal. Sebuah tipe demokrasi tertentu dapat tegak berdiri karena didukung oleh klas pemilik modal yang sedang berkuasa.

Kontrol politik adalah alasan yang mengakibatkan Sokrates harus dilenyapkan dari Athena. Elit-elit yang sedang berkuasa di Athena merasa terancam oleh pemikiran-pemikiran Sokrates. Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan pemikiran Sokrates. Tidak ada yang lebih ditakutkan oleh kekuasaan selain pemikiran.

Hal terpenting yang dapat diambil dari sikap Sokrates adalah bukan persoalan demokrasi, oligarki, tyrani, atau apa pun itu, namun persoalan pikiran kritis dan terbuka. Demokrasi memberi keterbukaan, namun juga dapat mengurangi kekritisan pikiran jika terjadi tirani mayoritas, yang kemudian justru dapat mengarah pada ketertutupan. Oleh karena itu, demokrasi harus selalu dikawal  oleh pemikiran kritis dan terbuka.

Sehari sebelum pengadilan Sokrates, kapal Athena berangkat ke pulau Delos untuk acara keagamaan tahunan. Sesuai aturan, tidak boleh ada hukuman mati di Athena selama kapal sedang ke pulau Delos, dan menunggunya hingga kembali ke Athena. Selama sebulan, Sokrates menunggu eksekusi hukuman mati dengan menghabiskan waktu di penjara berdiskusi bersama rekan-rekannya. Betapa tidak adil hukuman yang dijatuhkan dan dakwaan yang tidak dapat dibuktikan, namun Sokrates merasa bahwa sebagai seorang warga negara yang baik maka ia harus mentaatinya.***

*) Tulisan ini pernah dimuat di weblog BPMF PiJAR dengan judul “Pengadilan Sokrates dan Politik”.

No comments:

Post a Comment