Tuesday, February 7, 2017

PARA SAINTIS AWAL DAN THEOLOG TENTANG BUMI DATAR


Pemahaman dasar tentang gambar-dunia (world picture) yang dimiliki oleh banyak kebudayaan kuno di kawasan Mediterania dan sekitarnya didominasi – meski tidak semua – oleh anggapan bumi datar dengan kubah langit yang melengkung di atasnya. Di kubah langit tersebut, terdapat benda-benda angkasa yang bergerak sepanjang cakrawala.



Di dalam salah satu versi pemahaman masyarakat Mesir Kuno disebutkan bahwa langit adalah Tuhan Nut (wanita, goddess) yang berada dalam posisi berdiri membungkuk, menelungkup – posisi melengkung – di atas bumi datar atau Tuhan Geb (pria, god).

Di dalam epik Enuma Elish yang dimiliki oleh masyarakat Babilonia (sekitar awal milenium kedua SM), salah satu kebudayaan Mesopotamia, dikisahkan bahwa setelah Marduk membunuh Tiamat, Marduk kemudian membelah tubuh Tiamat menjadi dua – mungkin seperti belah ikan yang sedang dikeringkan. Setengah bagian tubuh Tiamat dijadikan kubah langit dan setengahnya lagi dijadikan bumi.

Masih di sekitar Mediterania, tradisi Israel (agama-agama Ibrahim) masih diwarnai anggapan bumi datar dari kebudayaan-kebudayaan sebelumnya, namun telah menanggalkan sosok-sosok bumi dan langit sebagai personal (tuhan).

Pada masyarakat Yunani Kuno, konsepsi dasar tentang gambar-dunia yang mereka miliki tidak jauh berbeda dari konsepsi-konsepsi yang telah ada pada kebudayaan-kebudayaan masyarakat kuno di kawasan Mediterania, baik sebelum maupun sejaman dengan mereka. Misal, sebagaimana yang dikisahkan oleh Hesiodos (sekitar tahun 8oo SM). Bumi datar (Gaia) dilingkupi oleh langit (Ouranos). Bumi dikelilingi oleh laut (Okeanos).

Namun, sekitar abad 6 SM, di Yunani muncul para saintis awal yang menggunakan pendekatan berbeda dalam memahami dan menjelaskan dunia yang mereka alami. Penggunaan istilah “saintis” di sini tentu tetap perlu disesuaikan dengan konteksnya. Bagaimanapun, ada satu unsur gambar-dunia di kebudayaan-kebudayaan kuno yang tetap bertahan hingga ke para saintis awal di Yunani, yakni konsepsi bumi datar (plateia).

Hingga hari ini, tidak banyak karya tulis yang masih utuh dari para saintis awal Yunani Kuno. Meski demikian, fragmen-fragmen pemikiran mereka dapat ditemukan pada literatur-literatur yang ditulis oleh, di antaranya, Aristoteles dan para doxographer yang mencatat pemikiran-pemikiran para saintis awal tersebut. Aristoteles sendiri menyebut para saintis awal tersebut sebagai fusikos (jamak: fusikoi), yang berbeda terhadap kalangan theologoi (orang-orang yang membawakan kisah tentang tuhan dan keagamaan, termasuk kisah kosmogoni).

Menurut Aristoteles, teori paling tua dari para saintis Yunani adalah pemikiran Thales (± 624-546 SM). Aristoteles mengkisahkan bahwa menurut Thales bumi tetap berada pada posisinya. Bumi berada di atas air, bukan di atas udara. Bumi mengapung seperti kayu, atau sejenisnya, di atas air (Aristotle, 1970, De Caelo: 294a28). Keterangan Aristoteles soal Thales yang tidak eksplisit menyatakan bumi datar ini kemudian menimbulkan perdebatan soal bentuk bumi menurut Thales.

Anaximandros (± 610-545 SM), saintis lainnya yang dikisahkankan oleh Aristoteles, memiliki pandangan bahwa bumi tetap berdiam di tempatnya, tidak bergerak ke atas, ke bawah, ataupun ke samping (Aristotle, 1970, De Caelo: 295b10). Sementara itu, Hippolytus (DK 12A11) berpendapat bahwa Anaximandros memiliki pandangan tentang bumi yang berbentuk seperti kolum [silinder]. Permukaan bumi adalah datar dan kita berjalan di atasnya. Anaximandros juga dipercaya pernah membuat peta bumi dan laut, dan mungkin juga peta langit (Diogenes Laertius, DK 12A1). Bagaimanapun, kita tetap perlu hati-hati dalam menerima pernyataan para doxographer tentang Anaximandros ini.

Namun, terkait pandangan bahwa bumi berbentuk datar, Aristoteles secara eksplisit menyebut tiga nama, yakni Anaximenes (± 570-500 SM), Anaxagoras (± 500-428 SM), dan Demokritos (± 460-370 SM). Ketiganya – yakni Anaximenes, Anaxagoras, dan Demokritos – dinyatakan memiliki konsepsi tentang bumi yang datar. Bentuk datar bumi tersebut adalah penyebab mengapa  bumi tetap diam di tempatnya, yakni di atas udara. Dengan bentuknya yang datar, bumi tidak memotong udara, melainkan menutupi udara yang ada di bawahnya (Aristotle, 1970, De Caelo: 294b14).

Salah satu capaian penting dari abstraksi para saintis Yunani yang dilandasi pemahaman bumi datar adalah karya pikir Euklides (fl. 300 SM) di bidang matematika, yakni geometri Euklid atau geometri sistem koordinat datar. Geometri Euklid menggunakan asumsi bidang datar, bukan bidang melengkung, atau dapat dikatakan bumi permukaan datar, bukan bumi permukaan melengkung (bola). Geometri Euklid ini sampai sekarang masih digunakan, kecuali jika dihadapkan pada kasus geometri tak-Euklid di mana seluruh aturan geometri Euklid menjadi tidak berlaku.

Banyak kalangan saintis awal di Yunani Kuno maupun kalangan theolog di kebudayaan-kebudayaan kuno di kawasan Mediterania memiliki gambaran tentang bumi yang tidak jauh berbeda, yakni bumi permukaan datar. Mereka telah sama-sama mencoba menghadirkan gambar-dunia tentang bumi di mana mereka hidup. Gambar-dunia tentang bumi permukaan datar tersebut dapat dikatakan sebagai pernyataan intelektual di jaman mereka, yang berarti pula sebagai refleksi keadaan jaman saat itu berkaitan dengan fase tertentu perkembangan teknologi dan pengetahuan.

Meskipun sebagian besar dari saintis maupun theolog jaman kuno memodelkan bumi dalam ide dasar yang sama, yakni permukaan datar, namun terdapat perbedaan di antara mereka di dalam cara hingga sampai pada kesimpulan dan menjelaskan model tersebut. Para theolog menggunakan pendekatan supranatural, sedangkan para saintis awal Yunani Kuno menggunakan pendekatan natural. Ini adalah perbedaan penting antara kalangan theologoi terhadap kalangan fusikoi.

Namun, pendekatan naturalistik para saintis awal Yunani tersebut lebih banyak menggunakan spekulasi logis-matematis (meski sederhana jika dalam ukuran sekarang) serta analogi observasional daripada observasi menyeluruh. Objek yang mereka hadapi, yakni bentuk utuh bumi, di luar jangkauan observasi menyeluruh para saintis awal Yunani dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh orang-orang Yunani Kuno. Oleh karena itu, bisa dimaklumi jika para saintis awal tersebut sampai pada kesimpulan bahwa permukaan bumi berbentuk datar, tidak melengkung.***

No comments:

Post a Comment