Monday, June 26, 2017

PARADOKS RUSSELL

Bertrand Russell. Seorang filosof Inggris sekaligus aktifis anti-perang yang diberhentikan dari posisi pengajar di Universitas Cambridge karena sikap anti wajib militer. Peraih Nobel sastra, perokok-berat-berumur-panjang (97 tahun), dan pernah menikah empat kali. Bersama Whitehead, Russell menulis buku “Principia Mathematica” (tiga jilid, 1910-1913), tentang usaha mereduksi keseluruhan matematika pada logika. Quine menyatakan buku tersebut sebagai salah satu monumen intelektual yang agung di sepanjang masa.

Salah satu warisan penting pemikiran Russell adalah penemuannya tentang suatu kontradiksi di bidang logika dan matematika, kemudian ditulis di buku The Principles of Mathematics, terbit tahun 1903. Temuan Russell diawali oleh adanya keinginan di antara para ahli matematika dan logika untuk mendasarkan matematika – seluruhnya – pada satu perangkat aturan. Setiap pernyataan matematis diharuskan diasalkan dari aturan tersebut. Gottlob Frege mencoba menggabungkan proposisi kalkulus miliknya dengan teori himpunan Georg Cantor. Frege merasa optimis akan sampai pada suatu dasar yang kukuh bagi matematika. Namun Russell menemukan bahwa usaha Frege mengarah pada kontradiksi, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Paradoks Russell”.

Sebuah paradoks memuat suatu ide dan negasi atas ide tersebut, sehingga bersifat kontradiktif, namun ada kemungkinan memiliki kebenaran. Dengan mengijinkan pemformulasian kontradiksi di dalam suatu sistem, paradoks menantang hukum-hukum logika tradisional, yakni: identitas, non-kontradiksi, dan excluded middle.

Perlu diketahui, himpunan (disebut juga dengan istilah lain: kelas) bisa memuat dirinya sendiri, seperti suatu himpunan yang memiliki anggota seluruh himpunan-himpunan. Di dalam Paradoks Russell, R adalah himpunan yang memuat semua himpunan-himpunan yang bukan merupakan anggota dari diri mereka sendiri. Dengan demikian, apakah R memuat dirinya sendiri? Definisi yang ditetapkan untuk R mengharuskan ia memuat dirinya sendiri. Jika demikian, maka R berkontradiksi dengan definisi yang dimilikinya, yakni sebagai suatu himpunan dari semua himpunan-himpunan yang tidak memuat diri mereka sendiri.

Jika R memuat dirinya sendiri, maka R bukan anggota R (yakni bukan himpunan yang memuat dirinya sendiri). Jika R bukan anggota R (bukan himpunan yang memuat dirinya sendiri), maka R anggota R. Dengan demikian, R memuat dirinya sendiri jika dan hanya jika R tidak memuat dirinya sendiri.

R:{x|x x}

Lantas, apakah R merupakan anggota R?

R ϵ R → R R
R R → R ϵ R
R ϵ R ↔ R R  merupakan sebuah kontradiksi.

Himpunan R memuat dirinya adalah bernilai benar. Di sisi lain, himpunan R tidak memuat dirinya adalah juga bernilai benar. Dua hal yang bertentangan sama-sama memiliki nilai benar pada saat yang sama. Ini absurd.

Paradoks Russell berbentuk suatu pernyataan referensi-diri (self-reference) yang kontradiktif. Pernyataan referensi-diri merupakan pernyataan yang berbicara tentang dirinya sendiri. Pernyataan yang berupa referensi-diri mungkin lebih mudah dipahami pada pernyataan afirmatif dan memiliki nilai benar. Misal, pernyataan berikut: “Kalimat ini benar”. Kalimat tersebut menyatakan tentang dirinya sendiri, dan menyatakan tentang keadaan benar atas dirinya sendiri. Sedangkan di dalam Paradoks Russell, pernyataan bersifat kontradiktif. Pernyataan di dalam Paradoks Russell tidak berupa afirmatif, melainkan konjungsi antara afirmatif dan negatif.

Paradoks itu sendiri tidak mesti terjadi pada pernyataan yang bersifat self-referential. Misal, pada dua kalimat:

1. Kalimat nomor dua [adalah] benar.
2. Kalimat nomor satu [adalah] salah.

Selain itu, suatu pernyataan referensi-diri tidak selalu mengalami paradoks. Misal pernyataan: “Kalimat ini terdiri dari enam kata.” Kalimat tersebut memang terdiri dari enam kata.

Paradoks Russell merupakan salah satu di antara  beberapa kontradiksi yang ada di bidang matematika. Paradoks Russell memperlihatkan adanya kontradiksi pada teori himpunan. Kontradiksi merupakan inkonsistensi, dan hal ini berarti adanya ketidakpastian. Paradoks Russell memberikan contoh bahwa matematika sendiri bisa jadi mengandung ketidakpastian. Mungkin.

Sekarang, mari kita ambil contoh yang mungkin sudah agak familiar bagi para sarjana theologi, soal Tuhan monotheis dan paradoks maha-kuasa (Omnipotence Paradox). Tuhan adalah keberadaan yang bersifat kekal. Tuhan selalu ada, tidak berawal dan tidak berakhir. Selain itu, Tuhan adalah maha kuasa. Tuhan memiliki kekuasaan tanpa batas untuk melakukan segala sesuatu.

Selanjutnya, terdapat pertanyaan apakah Tuhan mampu meniadakan diri-Nya sendiri? Jika Tuhan bisa meniadakan diri-Nya sendiri, maka kekuasaan Tuhan tidak terbatas dan terbatas sekaligus. Tuhan berkuasa meniadakan diri-Nya sendiri, yang kemudian akan berdampak sifat kefanaan (tidak kekal) pada diri Tuhan. Tuhan bisa berakhir dan menjadi tidak ada.

Demikian pula sebaliknya, jika Tuhan tidak mampu meniadakan diri-Nya sendiri, maka kekuasaan Tuhan terbatas, yakni tidak memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk meniadakan diri-Nya sendiri, dan hal ini bertentangan dengan proposisi “Tuhan adalah maha kuasa”.

Dengan demikian, apakah Tuhan berkuasa atas segala-galanya? Jika Tuhan berkuasa atas segala-galanya, maka Tuhan juga berkuasa atas diri-Nya sendiri. Jika Tuhan berkuasa atas diri-Nya sendiri, maka kekuasaan Tuhan dibatasi oleh kekuasaan-Nya sendiri, yang berarti membatasi [membatalkan] kekuasaan segala-galanya.